Kartel itu
sendiri merupakan bentuk persekongkolan dari beberapa pihak yang bertujuan
untuk mengendalikan harga dan distribusi suatu barang untuk kepentingan
(keuntungan) mereka sendiri. Jadi, menurut informasi yang saya dapatkan
sepertinya ada kartel yang bermain dimahalnya harga daging, berikut ini
informasi yang saya dapatkan tentang adanya kartel di mahalnya harga daging.
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki sepertinya ada keterlibatan kartel dalam
perdagangan daging sapi yang menyebabkan penurunan pasokan dan kecenderungan
kenaikan harga. Syarkawi menduga kalau penurunan pasokan dan kenaikan harga
daging sapi di beberapa daerah terjadi karena ada permainan beberapa pihak yang
ingin meraih keuntungan pribadi dari kondisi tersebut. Syarkawi juga
menduga telah terjadi perilaku antipersaingan yang dilakukan pelaku usaha
secara berkelompok dan menjurus ke kartel.
Untuk mengatasi
masalah ini, KPPU menyatakan, bahwa pemerintah harus konsisten menerapkan
tataniaga secara utuh. Apabila sisi hulu diintervensi dengan pembatasan
pasokan, maka di sisi hilir pemerintah harus melakukan intervensi antara lain
melalui penetapan harga di tangan konsumen serta kewajiban menjaga ketersediaan
produk di pasar.
Kenaikan harga
daging sapi sepertinya menjadi perhatian Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang.
Dia mengatakan, bahwa kenaikan terjadi akibat ulah kartel lima perusahaan.
Karena itu dia meminta aparat penegak hukum segera mengamankan para perusahaan
berpraktik kartel ini.
Daging Sapi Mahal Karena Ulah Kartel
Harga daging
sapi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara lain diduga karena
ada permainan harga oleh kartel sapi. Kartel adalah menahan pasokan daging sehingga
mengakibatkan kelangkaan pasokan di pasaran yang memicu kenaikan harga.
Akhirnya, pemerintah terpaksa membuka keran impor yang menguntungkan importir
daging.
Hal tersebut
mengemuka dalam Forum Pimpinan Pendidikan Tinggi Peternakan Indonesia
(FPPTPI) dan seminar nasional Peternakan se-Indonesia di Hotel Bummiminang,
Jumat (22/4). “Di Malaysia, harga daging Rp60 ribu per Kg, separuh dari harga
di sini yang mencapai Rp120 ribu per Kg. Kenapa hal ini bisa terjadi
kalau bukan ulah kartel,” ujar Rektor Universitas Andalas, Tafdil Husni. Ia
menuturkan, tingginya harga daging sapi membuat masyarakat menjerit, sementara
peternak sapi juga tak menikmati manfaat dari kenaikan harga yang tak biasa
itu. “Di sini berkumpul ilmuwan peternakan dari 80 perguruan tinggi
se-Indonesia. Saya rasa mereka bisa mencari solusi dari mahalnya harga daging
sapi dalam negeri saat ini,” harap Tafdil.
Dekan Fakultas
Peternakan Unand, Jafrinur menuding kebijakan pemerintah membatasi sapi impor
Juli 2015 sebagai pemicu masih tingginya harga daging sapi saat ini. “Dengan
jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa, dan jumlah konsumsi 2,2 Kg
per orang per tahun, dibutuhkan setidaknya 550 juta Kg daging per tahun. Jumlah
tersebut setara dengan 3 juta ekor sapi yang harus dipotong per tahun.
Sementara itu, pada 2015, Indonesia hanya bisa memotong 2,3 juta ekor sapi.
Sisanya 700 ribu terpaksa didatangkan dari Australia,” jelasnya.
Ia menyebutkan,
Indonesia terpaksa mengimpor daging sapi dari luar negeri karena kebutuhan
permintaan daging sapi terus meningkat. Ketika impor dibatasi, otomatis
harga melonjak. “Pasokan daging lokal belum dapat memenuhi semua permintaan
konsumen karena banyak berasal dari peternak rumah tangga sehingga tak semua
sapi siap potong,” tambahnya.
Untuk
mengatasinya, Jafrinur menyarankan harus ada pengaturan tataniaga peternakan
sehingga tak terjadi kartel dan monopoli dalam perdagangan sapi potong yang
menyebabkan tingginya harga daging.
Sementara itu,
Kepala Dinas Peternakan Sumbar, Erinaldi mengakui adanya kenaikan
permintaan daging sapi Sumbar karena strukturnya cocok dijadikan rendang
yang sudah jadi makanan paling enak di dunia. “Kebanyakan daging sapi
tersebut sudah diolah dalam bentuk rendang dan banyak dikirimkan ke luar
Sumbar. Imbas rendang sekarang sudah jadi makanan kaliber dunia,” ucapnya.
Ia juga tak
menampik daging sapi impor sudah ada di Sumbar karena kebutuhan permintaan sapi
terus meningkat. Tapi, daging sapi impor tersebut digunakan untuk olahan
masakan barat sebab struktur daging impor tersebut lunak dan tak cocok untuk
olahan rendang karenanya lebih banyak diolah untuk makanan barat.
Salah satu
upaya mencukupi permintaan daging sapi, kata Erinaldi, adalah penggemukan
sapi. Selain itu, pihaknya bekerja sama dengan investor menyalurkan 1.500
sapi kepada 127 peternak. “Setiap peternak memeroleh 10 sapi per orang atau
per kelompok, dengan syarat setiap hari berat badan satu ekor sapi harus
bertambah satu Kg per hari. Program tersebut telah berjalan tiga tahun
belakangan. Sapi diasuransikan, jika hilang atau mati. Sementara keuntungannya
70 persen untuk peternak dan 30 persen untuk investor,” jabarnya.
http://harianhaluan.com/news/detail/52340/daging-sapi-mahal-karena-ulah-kartel