Minggu, 27 November 2016

Article of Economics

Stock market corrections aare a part of life when it comes to investing, and they happen more often than investors may think. Consider this: Since 1900 there have been 123 market corrections, according to Ned Davis Research, a global investment firm. A market correction occurs when the stock market declines between 10% and 20%. A bear market happens when the sell-off is greater than 20%.Pretty scary for retirees for sure. But after every stock market correction ,it took an average of less than a year for stocks to recover. Even with the stock market crash of 2008 when the Dow Jones Industrial Average fell more than 50%, stocks rebounded quickly and six years later are trading at all-time highs.

Leave Panic at the Door

Despite the short-term nature of stock market corrections, investors, particularly ones in retirement, tend to go into panic mode when stocks take a dive, selling their shares in droves and pulling all their money out of the markets. It is understandable. After all, retirees are watching their life savings seemingly evaporate before their eyes.
But that knee jerk reaction almost always ends up costing them. When emotion rules, investors end up selling low and buying high. Yes retirees want to preserve their wealth, but they also need it to grow, which means a calmer approach to market corrections.

Take Stock Before Making A Move

Nobody wants to turn on the TV, go online or listen to the radio and hear the stock market is tanking and is in market correction or worse—bear market territory. But when it happens, retirees have to take a few moments before they pick up the phone and call their broker or start placing sell order after sell order. After digesting the news, investors would be best served by going over their portfolio to determine their risk. A call to their stock broker or wealth manager may be warranted but not to tell them to sell, but rather to discuss the overall exposure and risk of the portfolio.

Re-Asset Allocation May Be Required

For retirees, risk is an enemy, which means they want to reduce the amount they have in their investment portfolio during a market correction. And that means overhauling their asset allocation for a little while. For instance, retirees can rearrange their allocation, moving some money that is in stocks or equity mutual funds into bonds or bond mutual funds. Retirees do have to keep an eye on interest rates if they are investing in bonds. If the Federal Reserve raises interest rates later this year, bonds with long-term maturities stand to suffer. Short-term bonds and bond funds with maturities of less than five years are a better bet. Money market funds and U.S. Treasury bills are other places to park some money. But again, investors have to be mindful of the prospect for an interest rate increase.

Don’t Abandon Stocks Altogether

While moving into safer investments can cushion the fall in a market correction, retirees should still have money invested in the stock market. As history has shown, market corrections don’t last too long and by pulling all of the money out of the stock market, a retiree won’t get to participate in the run back up.
When it comes to stock investing, retirees are going to want to avoid being over weighted in one stock. They also want to own stock in multiple companies, not just one or two. If retirement investors only have a couple of stocks in their portfolio, they are going to feel much bigger pain than if they have their stock investments spread out in different areas. Undoubtedly on a day when the Dow falls 200 points, everything is going to suffer, but on a non-eventful trading day, not every stock is going to be down at the same time. Because of that, retirees should have a diversified stock portfolio that covers different sectors. The same goes for mutual funds. Investors do not want to have a mutual fund heavily weighted toward large cap stocks when the Dow is tanking.

Take Advantage of Bargains

Another reason why retirees want to stay in the stock market during a correction is because there is the potential to get some good stocks on the cheap. Called “bottom fishing,” savvy investors will take advantage of downturns in the stock market to buy shares at depressed prices. Let’s say a retiree always dreamed of owning shares of Google Inc. (GOOG) but could never afford its hefty share price. If the market tanks 10%, the opportunity to buy Google shares is now there.

Dial Back the Risk

With retirement lasting more than twenty years in many cases, a segment of the population is going to take on more risk with their stock choices in hopes of greater returns. In a market correction, risk-welcoming retirees are going to want to dial back some of that aggressive nature. That could mean scaling back on emerging market stocks, emerging international stock funds or pricey small cap stocks that could fall hard.

Keep Some of Your Money in Cash

During market corrections, retirees are undoubtedly going to see their investments decline and in many cases they may be forced to sell stocks to cover their living expenses. But if retirees can live off the interest their bond investments yield them or have money that’s easy to access in CDs and savings accounts they are better off. Because a market correction doesn’t last forever, retirees want to, if possible, leave their stock holdings alone and let them go back up before using them to support their lifestyle in retirement.

The Bottom Line

Stock market crashes can be scary, particularly for people who are in retirement and do not have thirty plus years to grow their wealth. Because income generation and simultaneous wealth preservation are the name of the game, retirees understandably are going to feel fear when the stock market falls more than 10%. But panic is the worst thing they can do. Shifting their allocation more toward bonds and yield-generating investments while staying in the stock market should cushion the blow from a market correction. Remembering that after every correction stocks went back up can go a long way in giving retirees peace of mind during tumultuous times in the stock market.

Kamis, 30 Juni 2016

Benarkah Ada Kartel Yang Bermain Dimahalnya Harga Daging Saat Ini?



Kartel itu sendiri merupakan bentuk persekongkolan dari beberapa pihak yang bertujuan untuk mengendalikan harga dan distribusi suatu barang untuk kepentingan (keuntungan) mereka sendiri. Jadi, menurut informasi yang saya dapatkan sepertinya ada kartel yang bermain dimahalnya harga daging, berikut ini informasi yang saya dapatkan tentang adanya kartel di mahalnya harga daging.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki sepertinya ada keterlibatan kartel dalam perdagangan daging sapi yang menyebabkan penurunan pasokan dan kecenderungan kenaikan harga. Syarkawi menduga kalau penurunan pasokan dan kenaikan harga daging sapi di beberapa daerah terjadi karena ada permainan beberapa pihak yang ingin meraih keuntungan pribadi dari kondisi tersebut. Syarkawi juga menduga telah terjadi perilaku antipersaingan yang dilakukan pelaku usaha secara berkelompok dan menjurus ke kartel.
Untuk mengatasi masalah ini, KPPU menyatakan, bahwa pemerintah harus konsisten menerapkan tataniaga secara utuh. Apabila sisi hulu diintervensi dengan pembatasan pasokan, maka di sisi hilir pemerintah harus melakukan intervensi antara lain melalui penetapan harga di tangan konsumen serta kewajiban menjaga ketersediaan produk di pasar.
Kenaikan harga daging sapi sepertinya menjadi perhatian Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang. Dia mengatakan, bahwa kenaikan terjadi akibat ulah kartel lima perusahaan. Karena itu dia meminta aparat penegak hukum segera mengamankan para perusahaan berpraktik kartel ini.

Daging Sapi Mahal Karena Ulah Kartel

Har­ga daging sapi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara lain diduga karena ada permainan harga oleh kartel sapi. Kartel adalah menahan pasokan daging se­hing­ga mengakibatkan ke­lang­kaan pasokan di pasaran yang memicu kenaikan harga. Akhirnya, pemerintah ter­pak­sa membuka keran impor yang menguntungkan im­portir daging.
Hal tersebut mengemuka dalam Forum Pimpinan Pen­di­dikan Tinggi Peternakan Indonesia (FPPTPI) dan seminar nasional Peternakan se-Indonesia di Hotel Bum­mi­minang, Jumat (22/4). “Di Malaysia, harga da­ging Rp60 ribu per Kg, sepa­ruh dari harga di sini  yang mencapai Rp120 ribu per Kg. Kenapa hal ini bisa terjadi kalau bukan ulah kartel,” ujar Rektor Universitas Andalas, Tafdil Husni. Ia menuturkan, tingginya har­ga daging sapi membuat ma­syarakat menjerit, se­men­ta­ra peternak sapi juga tak me­nikmati manfaat dari ke­nai­­kan harga yang tak biasa itu. “Di sini berkumpul ilmu­wan peternakan dari 80 per­guruan tinggi se-Indonesia. Saya rasa mereka bisa men­cari solusi dari mahalnya harga daging sapi dalam nege­ri saat ini,” harap Tafdil.
Dekan Fakultas Peter­nakan Unand, Jafrinur menu­ding kebijakan pemerintah membatasi sapi impor Juli 2015 sebagai pemicu masih tingginya harga daging sapi saat ini. “Dengan jumlah pen­du­duk Indonesia sekitar 250 juta jiwa, dan jumlah kon­sumsi 2,2 Kg per orang per tahun, dibutuhkan setidaknya 550 juta Kg daging per tahun. Jumlah tersebut setara de­ngan 3 juta ekor sapi yang harus dipotong per tahun. Sementara itu, pada 2015, Indonesia hanya bisa memo­tong 2,3 juta ekor sapi. Sisanya 700 ribu terpaksa didatang­kan dari Australia,” jelasnya.
Ia menyebutkan, Indo­nesia terpaksa mengimpor daging sapi dari luar negeri karena kebutuhan permin­taan daging sapi terus me­ning­kat. Ketika impor diba­tasi, otomatis harga melonjak. “Pasokan daging lokal belum dapat memenuhi se­mua permintaan konsumen karena banyak berasal dari peternak rumah tangga se­hing­ga tak semua sapi siap potong,” tambahnya.
Untuk mengatasinya, Ja­fri­nur menyarankan harus ada pengaturan tataniaga peter­nakan sehingga tak terjadi kartel dan monopoli dalam perdagangan sapi potong yang menyebabkan tingginya harga daging.
Sementara itu, Kepala Di­nas Peternakan Sumbar, Eri­nal­di mengakui adanya ke­nai­kan permintaan daging sapi Sum­bar karena struk­turnya co­cok dijadikan ren­dang yang su­dah jadi maka­nan paling enak di dunia. “Kebanyakan da­ging sapi tersebut sudah di­olah dalam bentuk rendang dan banyak dikirimkan ke luar Sumbar. Imbas rendang se­karang su­dah jadi makanan kaliber dunia,” ucapnya.
Ia juga tak menampik daging sapi impor sudah ada di Sumbar karena kebutuhan permintaan sapi terus me­ningkat. Tapi, daging sapi impor tersebut digunakan untuk olahan masakan barat sebab struktur daging impor tersebut lunak dan tak cocok untuk olahan rendang kare­nanya lebih banyak diolah untuk makanan barat.
Salah satu upaya men­cu­kupi permintaan daging sa­pi, kata Erinaldi, adalah peng­gemukan sapi. Selain itu, pi­ha­knya bekerja sama de­ngan investor menyalurkan 1.500 sapi kepada 127 peter­nak. “Setiap peternak meme­roleh 10 sapi per orang atau per kelompok, dengan syarat setiap hari berat badan satu ekor sapi harus bertambah satu Kg per hari. Program tersebut telah berjalan tiga tahun belakangan. Sapi diasu­ransikan, jika hilang atau mati. Sementara keuntu­ngan­nya 70 persen untuk peternak dan 30 persen untuk inves­tor,” jabarnya.
http://harianhaluan.com/news/detail/52340/daging-sapi-mahal-karena-ulah-kartel

Rabu, 29 Juni 2016

Persaingan Tidak Sehat dan Contohnya



PERSAINGAN TIDAK SEHAT

Yang dimaksud oleh persaingan usaha tidak sehat adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Pelaku usaha adalah setiap orang atau pun badan usaha , baik yang berbentuk badan hukum atau tidak, yang didirikan atau berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah Republik Indonesia yang menyelenggarakan berbagai kegiatan dalam bidang ekonomi

Contoh Kasus Persaingan Usaha 

Chevron Divonis Denda Rp 2,5 Milyard

JAKARTA. Raksasa perusahaan minyak Chevron Indonesia Company divonis bersalah melakukan tindakan diskriminasi dalam tender export pipeline front end enggineering & design contract. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menghukum Chevron membayar denda sebesar Rp 2,5 miliar.

“Menyatakan bahwa terlapor I (Chevron) terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 19 Huruf D Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,” kata Ketua Majelis Komisi Muhammad Nawir Messi, Kamis (16/5).

Dalam Pasal 19 Huruf d disebutkan pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku uasaha lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat berupa melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Sementara itu, Majelis Komisi juga memutuskan bahwa PT Worley Parsons Indonesia (terlapor II) tidak terbukti melanggar Pasal 19 Huruf D UU No. 5 Tahun 1999. Chevron disebutkan melakukan praktek diskriminasi terhadap peserta tender lainnya yakni PT Wood Group Indonesia. Sementara itu, Chevron telah menetapkan PT Worley Parsons (terlapor II) selaku pemenang tender.

Terkait putusan ini, Stefanus Haryanto, Kuasa Hukum Chevron, enggan untuk memberikan komentarnya. “No comment ya,” katanya. Hal serupa juga disampaikan oleh Mochmad Fachri selaku kuasa hukum Worley Parsons.

Perkara ini berawal dari penyelidikan terhadap Resume Monitoring KPPU RI mengenai adanya Dugaan Pelanggaran Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait dengan Tender Export Pipeline Front End Engineering & Design Contract (No. C732791) di Lingkungan Chevron Indonesia Company, yang dilakukan oleh Chevron Indonesia Company sebagai Terlapor I dan PT Worley Parsons Indonesia sebagai Terlapor II.

Objek perkara ini adalah Tender Export Pipeline Front End Engineering & Design Contract (No. C732791) di Lingkungan Chevron Indonesia Company dengan total estimate contract value sebesar 4.690.058 US$. Tender ini menggunakan sistem pemasukan penawaran dua tahap berdasarkan PTK 007 Revisi 1 Tahun 2009, yang terdiri dari tahap teknis dan tahap komersial.

Senin, 25 April 2016

Bedah kasus tentang perlindungan konsumen

CONTOH KASUS PELANGGARAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

a.    Hak dan Kewajiban Konsumen
  • Hak konsumen
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa
  2. Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan    konsumen secara patut
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosialnya
  8. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
  • Kewajiban konsumen
  1. Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian, atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa demi keamanan dan keselamatan
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut

Asas Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yakni:
  1. Asas Manfaat adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
  2. Asas Keadilan adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
  3. Asas Keseimbangan adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
  4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
  5. Asas Kepastian Hukum adalah pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.

Tujuan Perlindungan Konsumen
Tujuan perlindungan konsumen meliputi:
  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negatif pemakaian barang dan/ atau jasa
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
  4. Menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapat informasi
  5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
  6. Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
 Contoh kasus perlindungan konsumen :

Orang tua seorang anak perempuan berusia 7 tahun di Kota Bandung menggugat produsen susu PT Ultrajaya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Penggugat menyatakan anaknya sakit setelah minum susu kemasan dan pihak produsen bersedia bertanggung jawab. Setelah sidang perdana yang berlangsung Senin siang, 7 Maret 2016, kedua belah pihak melanjutkan proses musyawarah.

Pasangan Agus Ruhyat dan Rini Tresna Sari, yang hadir sebagai penggugat, menyatakan anak mereka AM, 7 tahun, kini menjadi tidak bisa meminum susu dan produk turunannya yang mengandung susu berdasarkan keterangan dokter. Sebelumnya,27 Januari 2016, AM meminum susu Ultra rasa cokelat ukuran 200 mililiter, kemudian sakit hingga dilarikan ke rumah sakit dan dirawat selama 5 hari.

Susu yang dibeli Rini dari toko serba ada dekat rumah itu tanggalnya belum kadaluarsa. Selain itu, pihak orang tua membawa contoh susu tersebut ke Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Bandung dan lembaga pemeriksa lain. “Sample pembanding kita coba lakukan, sekarang belum ada hasilnya,” kata Agus seusai sidang.

Konsumen menggugat perusahaan terkait dengan dampak lanjutan terhadap kondisi anak yang menjadi intoleran terhadap susu dan produk turunannya. Padahal anak mereka itu, kata Agus, penggemar berat susu. “Keinginan penggugat terhadap PT Ultra sebenarnya simpel, anak kami bisa sembuh seperti sedia kala,” ujar Agus.

 Penanganan kasus :

Kuasa Hukum PT Ultrajaya, Sonny Lunardi, mengatakan produsen ingin menyelesaikan persoalan dengan baik sesuai dengan aturan dan solusi yang seimbang bagi kedua belah pihak. Dari hasil pemeriksaan, tidak ditemukan kasus serupa di susu lain, yang sama keluaran produksinya,. “Perusahaan menyatakan akan bertanggung jawab terhadap kasus itu,” tuturnya.

Pada kemasan susu yang bermasalah, produsen menyebutkan adanya lubang sebesar jarum. “Bisa disebabkan dus itu sudah agak ke dalam (penyok), lalu diluruskan, jadi bagian dalam pelapisnya itu ada bocor. Tapi tidak mengakibatkan (isinya) merembes ke luar dan mengakibatkan udara masuk,” kata Sonny.

Masalah itu, ujar dia, diduga terjadi di tingkat pengecer, terkait dengan perlakuan yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam menangani produk susu kemasan. Sonny mengatakan 3 tahun lalu pernah menangani keluhan seperti itu, tapi tidak sampai membuat konsumen sakit. “Rasa susu hanya asam,” ucapnya.

Sidang kedua kasus itu di kantor Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Bandung (BPSK) akan digelar Kamis, 10 Maret 2016. Wakil Ketua BPSK, yang menjadi anggota majelis hakim, Johanes Sitepu, berharap, kedua belah pihak bisa menyelesaikan sengketa dengan musyawarah.



http://radidatia.blogspot.co.id/2015/07/contoh-kasus-pelanggaran-perlindungan.html
https://m.tempo.co/read/news/2016/03/08/063751650/anak-sakit-setelah-minum-susu-warga-bandung-menggugat-ultra

Hak cipta, Hak paten, Merek dagang, Rahasia dagang, Varietas tanaman, Tata letak sirkuit terpadu



A.    HAK CIPTA

Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.

B.     HAK PATEN

Pengertian Hak Paten atau definisi hak paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yg untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Pengertian Hak Paten atau definisi hak paten merupakan bentuk perlindungan hak kekayaan intelektual yang sangat efektif karena dapat mencegah pelaksanaan invensi oleh pihak lain tanpa seizin pemegang hak paten, walaupun pihak lain tersebut memperoleh teknologinya secara mandiri (bukan meniru). Menurut UU hak paten No. 14 Tahun 2001 (UU hak paten 2001), hak paten diberikan untuk invensi yang memenuhi syarat kebaruan, mengandung langkah inventif & dapat diterapkan dalam industri selama 20 tahun.


C.    MEREK DAGANG

Merek atau Merek dagang adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk/jasa dan menimbulkan arti psikologis, merek juga merupakan kekayaan industri yang termasuk kekayaan intelektual, secara konvensional. Merek bisa berupa nama, kata, logo , desain, gambar, dan lambang.
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Merek dagang adalah tanda, kata atau logo perusahaan yang digunakan untuk merujuk ke dirinya sendiri, merek, dan produk-produknya, dan yang tidak ingin membiarkan pesaingnya untuk digunakan

D.    RAHASIA DAGANG

Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Rahasia dagang mendapat perlindungan apabila informasi itu:
  • Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak tertentu bukan secara umum oleh masyarakat,
  • Memiliki nilai ekonomi apabila dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan ekonomi,
  • Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.
Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi bagi pihak lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberikan perlindungan pada jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.
Tidak dianggap sebagai pelanggaran rahasia dagang apabila:
  • Mengungkap untuk kepentingan hankam, kesehatan, atau keselamatan masyarakat,
  • Rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan oleh penggunaan rahasia dagan milik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.

E.     VARIETAS TANAMAN

Varietas tanaman adalah istilah hukum yang ditetapkan karena ketentuan Konvensi Serikat Internasional bagi Perlindungan Varietas Baru Tanaman (Union internationale pour la protection des obtentions végétales, UPOV). Dalam peristilahan hukum, varietas tanaman boleh disingkat sebagai "varietas", tetapi memiliki pengertian yang berbeda dari pengertian botaninya (lihat artikel Varietas).
Pengakuan terhadap suatu kultivar sebagai varietas tanaman (atau varietas) dalam kerangka ketentuan UPOV akan memberikan perlindungan legal kepada pemulianya, dikenal sebagai hak-hak pemulia tanaman (plant breeder's rights), sesuai dengan perundangan negara yang menandatangani UPOV, seperti Plant Variety Protection Act di Amerika Serikat, atau UU Perlindungan Varietas Tanaman tahun 2000 di Indonesia.
Pengertian varietas dalam konteks perundangan ini tidak sama dengan "varietas" menurut pengertian botani yang diatur oleh ICBN, dan juga bukan berarti sama dengan kultivar (penamaannya diatur oleh ICNCP). Dari sudut pandang ICNCP, "varietas tanaman" berkaitan dengan "kepentingan dagang" (trade designation) atau "nama dagang" (trade name).

F.     TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

Untuk memudahkan pengertian secara garis besar istilah “Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu” dibagi dua yaitu : “Desain Tata Lletak” dan “Sirkuit Terpadu”, yang masing-masing pengertiannya adalah sebagai berikut :
Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang didalamnya terdapat 
berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu didalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
Desain tata letak adalah kreasi berupa rancangan perletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.